IBu-IBu Penenun Desa Sondo Butuh Bantuan Pemerintah

Kab bima-MP-Menenun manjadi sesuatu yang langka hanya dilakukan sebagian kecil kaum ibu,sedangkan generasi mudanya bisa dihitung dengan jari yang mau meneruskan tradisi nenek moyang mereka. Padahal kegiatan menenun dan produk tenunnya menjadi simbol kebudayaan tinggi, unik, bernilai sejarah dan nilai seni yang baik.Contohnya di desa sondo para ibu,ibu penenun dari kaum wanita tersebut didominasi usia 40 tahun ke atas dan mereka merupakan generasi penerus dari leluhur.

Kaum ibu-ibu itu mengakui anak-anak mereka rata-rata enggan melanjutkan seni budaya menenun dikarenakan berbagai alasan, seperti sekolah dan bekerja di luar daerah,proses pengerjaan menenun yang membutuhkan waktu lama,sedangkan hasilnya sangat sedikit,harga pasar yang rendah dan sulitnya mempelajari menenun kain tersebut.“Anak-anak tidak mau belajar menenun.Katanya sulit dan dapat uangnya juga lama,” kata ibu asma (40 thn),penenun Dusun satu rt 01 rw 01,apa yang diungkapkan ibu asma yang dialami kaum ibu penenun lainnya juga sama.Kenyataannya,pasar tenun tradisional masih rendah dibanding dengan produk tekstil pabrikan lainnya.

Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya masih kurangnya jaringan pemasaran ke luar regenerasi penenun yang sangat minim sehingga untuk memproduksi dalam jumlah besar dan dalam waktu terbatas sangat tidak memungkinkan,investor,akses infrastruktur,informasi dan distribusi permodalan yang kurang memadai,serta kegiatan menenun masih menjadi kegiatan sampingan atau di waktu luang usai berladang.

“Mau gimana lagi,kita seharian berladang pulang sore.Kalau tidak capek,barulah kita menenun. Karena kainnya juga hanya untuk pakai sendiri Kalau dijual paling ada orang datang atau nitip ke saudara jual ke sana kemari ,” jelas ibu asma (40),dari Dusun satu desa sondo kepada awak media metropembaharuan.

Memang bila dilihat,biasanya selembar kain tenun maupun kerajinan tangan lain pada umumnya di hargai rendah oleh pembeli dan konsumen.Padahal proses pembuatan produk kerajinan tangan maupun tenun tentu tidaklah mudah dan perlu waktu, tenaga,keahlian,ketelitian dan modal.
Tahapan untuk menghasilkan sebuah karya kain tenun dimulai dari pembuatan benang,menenun menjadikan pakaian tradisional dan sarung ngoli merupakan rangkaian proses panjang.

Upaya untuk melestarikan warisan leluhur adat istiadat kabupaten bima ini bukanlah proses yang mudah seperti membalikan telapak tangan,karena memerlukan waktu yang lama.
Tembe Nggoli adalah kain tenun sarung khas kabupaten bima,yang terbuat dari benang kapas atau katun. Kain tenun sarung ini memiliki beragam warna yang cerah dan bermotif khas sarung tenun tangan. Keistimewaan lain yang dimiliki oleh Tembe Nggoli, berbahan halus,tidak mudah sobek, dan dapat menghangatkan tubuh. Tembe Nggoli memiliki keunikan, bila dipakai saat cuaca dingin akan hangat,begitupun saat dipakai saat cuaca panas akan terasa dingin.

Fungsi dari tenun tembe Nggoli ini dibagi menjadi beberapa jenis.tembe Songke atau Sarung sebagai tenun unggulan, Sambolo (Destar) atau ikat kepala yang bisa dipakai kaum laki-laki yang memasuki usia remaja. Weri atau ikat pinggang yang terbuat dari Malanta Solo, Baju Mbojo dan Syal atau selendang yang biasa dipakai kaum pria Bima sebagai hiasan saat menghadiri pesta atau sebagai selempang bagi para wanitanya.Kain tenun ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari produk unggulan kabupaten bima.

Bupati Bima Hj.Indah Dhamayanti Putri, SE,Perna menyatakan akan terus mengembangkan produk tembe nggoli ini, bukan hanya untuk pelestarian tradisi budaya luhur Mbojo,tetapi juga untuk mendukung geliat ekonomi/bisnis dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat,khususnya para pengrajin.

Menurut bupati,di setiap ada perayaan apapun harus mengunakan Rimpu makai tembe Nggoli merupakan tradisi busana leluhur masyarakat Bima.Karenanya,tembe Nggoli dirajut dengan motif dan kualitas yang sangat baik.

Saat ini Tembe Nggoli semakin langka, karena penenun Tembe Nggoli semakin berkurang. Mengingat proses menenun Tembe Nggoli yang cukup sulit dan masih menggunakan peralatan menenun yang tradisonal,sehingga jarang ada anak-anak zaman sekarang yang mau belajar menenun.

Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah pun perna mengatakan,kabupaten bima terkenal dengan Tembe Nggoli sejak dulu.Sehingga produk tenunan khas di kabupaten bima seperti Tembe Nggoli, Tembe Donggo, atau tenunan khas dari Sumbawa dan Lombok, wajib dilestarikan dengan cara memakai produk lokal kita.

Harapan dari ibu-ibu penenun ini terhadap pemerintah, sekiranya bisa membantu untuk memberikan modal usaha,dan bantuan alat, alat tenun, agar bisa meringan kan beban bagi para ibu-ibu penenun ini.(Yuli)

Check Also

Bapanas-Pemkab Bima Helat Rakor Serapan Harga Jagung

Kab Bima-MP-Untuk memastikan fleksibilitas penyerapan harga acuan pembelian komoditas jagung ditindaklanjuti para pemangku kepentingan, Badan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *